Panen pertama tambak udang vaname lewat pendekatan Climate Smart Shrimp (CSS) di Dusun Lalombi, Kabupaten Donggala, Sulawesi tengah, hasilkanlebih dari 50 ton udang sepanjang panen yang berjalanpada 10-12 Juni. Kesuksesan ini dipandangmenjadicarapenting padapeningkatanmodebudi daya udang berkesinambungan yang menggabungkantehnologi, pelestarian, dan ketahanan pangan biru. CSS adalah pendekatan budi daya udang yang fokuspadarekondisi ekosistem mangrove danimplementasipraktek yang bertanggungjawabdanramah pada lingkungan. Ide ini mempunyai tujuan menjawab rintanganperalihancuaca, menjagakebersinambunganbidang perudangan, dantingkatkan kesejahteraan warga pesisir. Menurut Burhanuddin, Fisheries and Aquaculture Program ManajerPelestarian Indonesia, pendekatan CSS direncanakanuntukmemberi responkemunduran lingkungan karenapindahperanan mangrove danpraktek tambak yang tidakberkesinambungan. “Mode ini menggabungkantehnologi instalasi pemrosesan air sampah (IPAL), praktekbudi dayaberkesinambungan, dan restorasi mangrove sebagai biofilter alami,” katanya dalam infotercatat, Selasa (17/6/2025). Selanjutnya, diamenjelaskanjika pendekatan ini hasilkankesetimbangandi antarakenaikan produksi udang dankonservasi ekosistem pesisir. Dari keseluruhan luas tempat 10 hektar, sekitaran 6,5 hektardipakaiuntuk tambak udang, sedangkanbekasnyaselebar 3,5 hektardiperuntukkanuntuk restorasi mangrove dan instalasi IPAL. Simak juga: Tempat Pertanian Memiliki kandungan Mikroplastik 23 Kali Lebih Banyak dari Lautan Disamping itu, Burhanuddin menyorotkontributor restorasi mangrove dalam menyerap karbon danperkuat ketahanan pangan biru. Menurut dia, kekuatanresapan karbon dari restorasi itudiprediksicapai 7,4 ton per hektar/tahun. “Jika kita mengambilperkiraanstock karbon di antara 500 sampai 1.083 ton karbon per hektar, karena itu kita dapatsimpulkan dengan restorasi mangrove selebar 3,5 hektaritu, kita akanmemperolehstock karbon sebesar lebih kurangsekitaran 3.700 ton karbon,” terangnya. Pelestarian Indonesia memandang program ini memperlihatkankekuatan besar dalam tingkatkan kesejahteraan ekonomi wargasekalianmemberikan dukunganpelestarian lingkungan. Ekosistem mangrove, menurut dia, mempunyaiperanan penting dalam memberikan dukungankeberagaman hayati biota perairan, seperti kepiting bakau danberagamtipe ikan yang jadikan mangrove untuk tempat bertelur saat sebelumlakukan migrasi ke laut. “Sejumlahgiziyang terdapatdalam ekosistem mangrove itu adalah sumber makanan untuk biota-biota ikan yang terdapat di mangrove tersebut,” katanya. Dalam pada itu, dari segitehnologi, CEO JALA—startup tehnologi akuakultur yang bekerjasama dengan Pelestarian Indonesia dalam program Climate Smart Shrimp Farming (CSSF) semenjak Februari lalu—Aryo Wiryawan menerangkanjikamekanismepengawasankualitas air danpencarian produksi secara real-time yang diaplikasikan di tambak ini memungkinkannyaproses pengambilan keputusanberbasiskan data dantransparan rantai suplai.
“Udangnya tumbuh maksimal, memiliki ukuransampai 24 ekor per kg, danpenuhistandardexport. Ini memperlihatkanmanagementbudi daya yang efektif danberpotensi besar untuk pasar internasional,” terangnya. Menyaksikanperolehandankekuatanitu, Aryo mengharapkesuksesan panen pertama ini dapatmenjadimode nasional yang bisa direplikasi di beberapateritori pesisir Indonesia.